Panggil Aku Kartini Saja

Hai-hai semua..

Masih mau nge review buku lagi nih.

Oke, tau siapa gambar di samping ini??

Yak benar, dia Raden Ajeng Kartini dari Jepara. Nah pasti semua orang udah tau dengan salah satu kumpulan suratnya yang sangat terkenal yang di beri judul 'Habis Gelap Terbitlah Terang' karya Abendanon.

Haha, gw mau ketawa dulu soalnya gw juga punya keyakinan yang sama kaya buku sebelumnya, pasti banyak banget dari lo yang BELOM PERNAH BACA bukunya. Iya kan??? Udah ngaku aja. Soalnya gw juga yakin, jangankan kalian, guru sejarah pun gw yakin BANYAK yang belom pernah baca. Mereka cuman ngajar doang, tapi aslinya gak pernah baca karya aslinya. Ngenes banget kan??? *Halo Bapak Menteri Pendidikan*


Buku diatas sekali lagi adalah mahakarya dari maestro sastra Indonesia, Pramoedya Ananta Toer yang mau menyibukkan diri untuk menulis kembali catatan-catatan tentang Kartini. Buat info aja yah, dia itu riset sangat lama bahkan direwangi pergi menanyai satu-satu teman-teman dan anggota keluarga yang pernah punya kontak dengan Kartini. Dari hasil risetnya, maka jadi lah karya ini, yang tentunya sangat fenomenal.

Biografi ini mengajak mengingat Kartini, tapi bukan dari sudut pandang domestik rumah seperti dia adalah gadis pingitan lalu dinikahkan secara paksa lalu melahirkan lalu mati. No ! Big no..no...

Singkirkan kenangan itu dan alihkan pikiran pada bagaimana cara Kartini melawan semua itu, melawan kesepian karna pingitan, melawan arus kekuasaan besar penjajahan dari balik tembok tebal kotak penjara Kabupaten yang menyekapnya bertahun-tahun.

Kartini tidak punya massa, apalagi uang. Uang tidak akrab dengan perempuan hamba seperti Kartini. Yang dipunyai Kartini adalah kepekaan dan keprihatinan dan ia tulislah segala-gala perasaannya yang tertekan itu. Dan hasilnya luar biasa,selain melambungkan nama Kartini, suaranya bisa terdengar sampai jauh, bahkan sampai ke negeri asal dan akar segala kehancuran manusia pribumi, Belanda!

Di buku ini di bahas tentang surat-suratnya kepada sahabat karibnya, Estella Zeehandelaar, Dr. N. Adriani, dan Abendanon family, Menteri Pendidikan jamannya Kartini, yang akhirnya karna jasa Abendanon, surat-surat kartini dikumpulkan dan lahirnya menjadi sebuah karya Door Duisternis Tot Licht yang versi Indonesianya menjadi 'Habis Gelap Terbitlah Terang'.

Buku ini benar-benar mengupas kehidupan Kartini secara mendalam karna bercerita dari jaman Kartini masih kecil sampai wafatnya. Bahkan dalam buku ini, Pramoedya menulis silsilah dari keluarga Kartini !

Di buku ini juga di bahas pikiran-pikirannya yang sangat maju dan modern untuk seorang perempuan di jamannya. Di buku itu Pramoedya juga mengkritik isi buku karangan J. H. Abendanon yang sarat akan muatan politik dalam penulisannya yang kebanyakan justru berisi tentang surat-suratnya Kartini kepada Abendanon. Bahkan suratnya Kartini terhadap sahabat karibnya sendiri, Estella Zeehandelaar, hanya ada 4 surat saja ! Sesuatu yang aneh karena biasanya seorang perempuan pasti lebih percaya kepada teman sendiri yang sebaya dengannya, dan pasti bercerita lebih banyak kepada temannya. Pramoedya juga mengkritik cara penulisan Abendanon yang hanya mengutip sebagian surat Kartini dalam karyanya karena dia merasa isinya hampir sama. Tapi siapa bisa menjamin? surat aslinya saja tidak pernah di beberkan bahkan sampai sekarang.

Buku ini aslinya terdiri dari 4 jilid. Buku diatas merupakan penggabungan 2 jilid, yaitu jilid 1 & 2. Adapun jilid 3 & 4 hancur di bakar Angkatan Darat di jaman 1965, karna menganggap Pramoedya sebagai Komunis. Sangat di sayangkan sekali karya tersebut hilang. Padahal perlu waktu lama untuk Pramoedya meneliti kehidupan Kartini secara lengkap.

Namun buku ini menggugah para pembaca, khususnya para wanita Indonesia untuk maju agar tidak menjadi bangsa yang di belenggu. Bila wanita Indonesia maju, maka bangsa ini pun akan menjadi Bangsa yang maju.

Udah gitu aja review gue sama buku ini. Biar lebih lengkap sila baca sendiri bukunya biar wawasan lo bertambah dan maju. Dan plis banget, BACA BUKU INI !!! ini berisi tentang sejarah bangsa kita.        

Post a Comment

0 Comments